Akademika.id, Manado – Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual di masa Pandemi Covid-19, serta situasi penanganannya yang sangat jauh dari apa yang dibutuhkan korban, harus menjadi perhatian khusus pemerintah. Di tengah situasi pembatasan fisik dan protokol kesehatan menjadi kendala korban mengakses layanan secara langsung.
“Keterbatasan anggaran pemerintah juga menjadi salah satu kendala dalam menyediakan layanan penanganan korban yang komprehensif dan berkelanjutan,” ungkap Nurhasanah dari LSM Swara Parangpuan Sulut, Minggu (10/1/2021).
Dia mengatakan, hal itu disebabkan belum adanya kebijakan yang mengatur tentang penanganan kasus kekerasan seksual terutama yang berpihak kepada korban. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) adalah harapan bagi publik terutama para korban, keluarga korban dan pendamping korban, di mana ada regulasi yang benar-benar dapat melindungi dan memulihkan korban kekerasan seksual dari dampak fisik maupun psikis yang dialaminya.
“Serta jenis kekerasan seksual yang diatur lebih spesifik dan jelas batasan definisinya,” ujarnya.
Nur mengatakan, RUU PKS sebenarnya adalah bukti negara hadir untuk melindungi warga negaranya dari ancaman kekerasan seksual. Penghapusan kekerasan seksual merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban dan penindakan pelaku.
“Dengan kondisi ini, kami jaringan masyarakat sipil yang tergabung dalam Barisan Perjuangan (BAPER) RUU PKS Sulawesi Utara mendukung DPR RI menjadikan RUU PKS kebijakan prioritas dalam Prolegnas 2021, dibahas dan disahkan untuk kepentingan warga negara dan korban kekerasan seksual yang menanti keadilan dan pemulihan,” papar Nur.
Sejumlah lembaga yang tergabung dalam perjuangan pengesahan RUU PKS itu adalah Swara Parangpuan Sulut, Peruati Suluttengo, GAMKI Sulut, AMAN Sulut, Perempuan AMAN, KOPRI PC PMII Metro Manado, Literasi Mnaado, IMM Sulut, LPA Sulut, PUKKAT (Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur), dan PD KMHDI Sulut.
“Dukungan semangat dan kerjasama juga kami letakkan pada Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI) agar menjadi simpul kuat di parlemen dalam mengawal RUU yang berpihak pada pemenuhan hak korban kekerasan seksual tetap menjadi perhatian DPR RI,” ujar Nur.
Dia juga berharap, Puan Maharani selaku Ketua DPR Perempuan Pertama juga memberikan perhatian kepada Rancangan Undang -Undang ini agar segera dibahas dan disahkan.
“Harapan yang sangat besar juga kami tujukan kepada anggota Legislatif DPR RI dan anggota DPD dari Sulawesi Utara untuk mendukung penuh disahkannya RUU PKS,” pungkas Nur. (ika)